Bila
sedang jatuh pailit, kemudian dililit banyak utang, bisa membuat
seseorang gelap mata. Apalagi bila iman sedang goyah. Agar tidak jatuh
lebih lagi, lalu mencari jalan pintas untuk memecahkan persoalan.
Ada
beberapa cara untuk itu. Kalau takut masuk bui karena tertangkap
korupsi, ngecu, maling dan merampok, bisa mencari cara yang lebih aman.
Misal dengan mencari pesugihan. Tapi cepat kaya dengan pesugihan, juga
tak bisa dibilang aman. Kadang akibatnya malah lebih mengerikan! Sebab
kebanyakan, harus meminta tumbal nyawa segala. Kalau ada yang tidak
memakai tumbal, laku prihatin-nya juga tidak enteng. Puasanya melebihi
orang bertapa. Begitulah yang sering terdengar di bursa pesugihan.
PULAU
Jawa, terdapat banyak tempat pemberi pesugihan. Makam keramat, gua
angker, pohon wingit, sendang ajaib, misalnya, sering dianggap jadi
'pemberi' harta. Masing-masing tempat, punya 'cara' dan syarat rata-rata
hampir sama. Pandansigegek tak jauh dari Parangkusuma Jogyakarta,
kondang jadi tempat cari pesugihan. Sejak zaman dulu, tempat itu
dipercaya sebagai gudang tuyul pesugihan. Bisa dipungut salah satu, tapi
dengan syarat tertentu.
Dusun
Dlepih Kahyangan, Tirtomoyo, Wonogiri, ada semacam petilasan dari
Panembahan Senopati yang juga jadi tumpuan para pencari pesugihan.
Petilasan itu hingga kini dibanjiri peziarah dari berbagai daerah.
Begitu pula Pantai Slamaran, Pekalongan dan Pemandian Kera Mendit,
Malang Jawa Timur.
Tapi
tempat mencari pesugihan yang paling kondang di Indonesia adalah
Gunung Kawi! Begitu populernya tempat ngalab berkah ini, maka
peziarahnya datang dari seantero Nusantara.
Ada
ilmu pesugihan yang dikenal dengan 'babi ngepet'. Di Jawa Timur, biasa
disebut 'celeng kresek'. Untuk menggasak harta tetangga, si pelaku
minta bantuan celeng jadi-jadian. Biasa beroperasi siang malam. Tapi
risikonya juga berat. Kalau tertangkap penduduk bisa digebuki hingga
tewas. Si pemilik juga ikut-ikutan njedhut.
Ada
cerita menarik tentang pesugihan 'celeng kresek' dialami warga Jawa
Timur. Pak Sarno (sebut saja begitu), semula hidup sederhana bersama
keluarga. Beberapa lama, dia jarang kelihatan berada di tengah
masyarakat.
Tanpa
diawali cerita ini-itu, Pak Sarno lalu membuka usaha warung soto.
Dalam tempo relatif singkat, sotonya laris. Warung jadi gede dan tambah
laris manis. Tapi Pak Sarno tetap jarang bergaul di tengah masyarakat.
Lalu
muncul rumor negatif tentang kehidupannya. Isu paling santer, Pak
Sarno cepat kaya karena memelihara pesugihan 'celeng kresek'. Kalau
semula hanya satu dua yang percaya, lalu berubah makin banyak. Untuk
meyakini rumor itu, beberapa orang bertanya kepada salah satu 'orang
pintar' yang juga warga setempat. Setelah diterawang dengan 'mata
batin', dukun itu pun mengiyakan. Terang saja warga lalu waspada.
Suatu
kali ada warga memergoki ada 'celeng' masuk desa. Kemudian, bukan
sekali dua kejadian itu. Eh, malah ada yang mengatakan, 'celeng'-nya
selalu menghilang di rumah Pak Sarno. Nahas pun menimpa. 'Celeng
kresek' itu bisa ditangkap ramai-ramai. Terang saja langsung
dicacah-cacah. Bahkan dibakar pula. Menariknya, bersamaan dengan itu,
Pak Sarno kelimpungan di rumah dan mati tak lama kemudian. Tubuhnya pun
hangus.
Setelah
dirunut lebih jauh, Pak Sarno ditengarai mencari pesugihan di daerah
Watudodol. Terletak di kawasan hutan lindung antara Banyuwangi dengan
Situbondo Jawa Timur. Siapa saja bisa mendapat pesugihan 'celeng
kresek' di situ. Tapi harus kuat puasa ngebleng selama tiga hari di
Watudodol.
Sesajinya
berupa kembang telon, minyak wangi dan secawan darah ayam cemani.
Kemudian ditaruh di bawah sebuah pohon paling besar terdapat di situ.
Setelah
dibacakan mantera panggilan. Ada orang yang bisa membantu baca mantera
di sekitar itu. Kalau doanya terkabul, celeng gaib itu akan muncul.
Setelah berlangsung 'dialog' apa yang dikehendaki, ambillah air
liurnya.
Di
rumah, air liur dibasuhkan pada anak belum mencapai akhil baliq. Anak
siapa pun bisa. Tak lama, anak itu akan meninggal sebagai lebon
(tumbal).